Sejak hari itu, aku tidak bisa mendefinisikan perasaan ini, sampai sore tadi ketika kembali menonton film Life Of Pi.
Perasaan Pi ketika Richard Parker, harimau buas dan mengerikan yang bersamanya mengarungi lautan selama berbulan-bulan, pergi begitu saja… aku menemukan jawabannya. Aku merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan Pi.
Richard Parker (hanyalah) seekor harimau, tapi kebersamaan mereka selama berbulan-bulan di lautan untuk bertahan hidup, membuat Pi amat menyayanginya. Tapi, apakah Richard Parker mengerti?
Dan ketika mereka akhirnya terdampar di pantai Meksiko, beginilah Pi mengungkapkan perasaannya…
“Di tepi hutan itu dia berhenti. Aku yakin dia akan menoleh melihatku. Mendekatkan telinganya ke kepalanya dengan perasaan bangga. Dia membawa hubungan kami sampai akhir. Tapi ternyata dia langsung menerobos masuk hutan….
Richard Parker, sahabat buasku yang mengerikan, yang telah membuatku bertahan hidup, menghilang selamanya dari hidupku….”
“Beberapa jam kemudian orang-orang menemukanku. Aku menangis seperti anak kecil, bukan karena aku telah berjuang mati-matian selama ini, tapi karena Richard Parker meninggalkanku begitu saja. Hatiku hancur…”
“Ayahku benar, Richard Parker tak pernah melihatku sebagai temannya. Setelah semua hal yang kami lalui, bahkan ia tak pernah melihat ke belakang.
Tapi aku harus percaya ada sesuatu yang lebih di dalam matanya. Lebih dari refleksiku sendiri, menatap ke arahku. Aku tahu itu, aku merasakannya. Bahkan jika aku tak bisa membuktikannya.”
“Aku sudah banyak kehilangan…mungkin semuanya adalah kehidupan yang harus kulepaskan. Tapi apa semuanya akan selalu menyakitkan?"
"Tak sempat mengucapkan selamat tinggal… Aku tak sempat mengucapkan terimakasih pada ayahku untuk semua pelajaran yang aku tahu darinya. Untuk bilang, bahwa tanpa pelajaran darinya aku tak mungkin selamat. Aku tahu Richard Parker adalah Harimau, tapi aku berharap bisa mengatakan; ‘Its over and we’re survive. Terimakasih karena telah menyelamatkan hidupku. Aku menyayangimu Richard Parker. Kau akan selalu bersamaku. Tapi aku tidak bisa bersamamu…”
Kuulang berkali-kali bagian itu. Kuperhatikan kata demi kata yang diucapkan Pi. Kurasakan kesedihannya. Kumengerti kekecewaannya. Tapi aku masih belum bisa menjawab, apa perasaan ini…mengapa aku merasa begini??
And I found it in the book later. Here some for you :
‘Penting dalam hidup ini untuk mengakhiri segala sesuatu dengan semestinya. Hanya dengan begitu kita bisa merelakan. Kalau tidak, hati kita terbebani oleh penyesalan, oleh kata-kata yang mestinya diucapkan, tapi tak pernah tersampaikan. Perpisahan yang tak tuntas itu meninggalkan kepedihan yang masih terasa hingga hari ini.’ - Pi
Dan aku mengerti perasaanku kini. Do you?
Aku tak mengatakan benci atau cinta. Aku tak mengatakan tidak atau iya. I didn’t say blessing or not blessing. Aku menyesali semua yang baik itu berakhir tanpa salam terakhir.
Aku seperti Pi, yang mungkin ingin mengucapkan terimakasih untuk semua hal indah yang pernah terjadi, untuk semua pengalaman hidup yang mendewasakan..yang membuatmu baik dan menjadikanku juga baik, untuk kekuatan yang pernah saling dibagi, untuk sedih yang pernah saling ditangisi…
‘Sangat menyedihkan perpisahan yang tak disertai ucapan selamat tinggal’ - Pi
I already know before you tell me the story. I don’t know which is true, but that’s not the point. You'll never know until you try to understand the importance of respecting people’s feeling who have been you care.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar