Seorang teman bertanya ttg kasus markus palsu di TV One. Dia 'gelisah' dengan Pers jaman sekarang. Sama resahnya dengan email seorang teman, yg merasa nggak sreg dengan narasumber di program Indahnya Islam - Trans7 yang dipandu Tukul, karena dinilai 'liberal'. Kedua temanku bertanya padaku, karena aku kerja di tv, katanya :).
Meskipun kedua permasalahan itu tidak berhubungan langsung dengan apa yang aku kerjakan di tv ini, baiklah aku menjawabnya sebisaku:)
Tentang 'Markus Palsu'.
Sampai aku menulis ini, yang kutahu belum ada kepastian, siapa yang menipu - siapa yang ditipu. Maksudku, apakah si Andris (yg dikira markus) yg benar, ataukah TV One yg jujur. Jadi baiknya kita tetap pada prinsip praduga tak bersalah;>
Lalu temanku bertanya, "kalau memang si Andris adalah markus, kenapa nggak bilang atau tanya sama polisi? Kenapa nggak saling kerjasama biar aman negeri ini?"
Teman, dalam UU Pers, narsum itu dilindungi. Jadi, segawat apapun polisi mendesak pers, ya nggak bakal dibocorin! Sama juga kaya Polisi yg punya rahasia suatu perkara, nggak mungkin juga ia bocorin ke media, kan?:)
Kalau narsum nggak dilindungi, nggak akan ada orang yang mau diwawancara pers, jadi tinggal gimana bisanya aparat memberdayakan segala kemampuan untuk menangkap mereka yg perlu ditangkap. Kalau pers ikut2an menangkap penjahat, apa bedanya dengan polisi? hehe... Kami tidak punya kapasitas untuk itu. Biarlah Pers 'bebas' dari tekanan pihak manapun. Kalau pernah mendengar ada yang nggak 'bebas' , anggaplah itu oknum! hehe...
Tentang Pembicara di Indahnya Islam.
Temanku resah, karena katanya track record si ibu pembicara 'nggak bagus' menurut dia dan orang2 yang sepemahaman dengannya, terutama ttg pandangannya akan orang2 penyuka sejenis (homo).
Meskipun kami bersaudara, tapi tetap saja aku nggak tau 'dapur'nya Trans7 :). Kebetulan, wiken kemarin aku sempat menonton acara itu. Nothing wrong...
Maksudku, apa yang disampaikan si ibu itu wajar dan masih pantas. Apa yang perlu ditakutkan? Atau anggaplah karena saat itu bukan tema 'penyuka sejenis' yang dibahas, berarti nggak ada alasan untuk memboikot acara itu jg toh? Kalau pun nggak suka, tinggal ganti channel atau matikan saja tv nya. Apakah karena kita berbeda pendapat / pemahaman akan satu hal, lantas kita harus bermusuhan? Apakah dg begitu maka orang lain sudah pasti lebih buruk dibanding kita? C'mon....ini Indonesia. Kita negara majemuk, dengan banyak suku, agama, ras ...
Saya menghargai kekhawatiran teman saya itu, mungkin saja saya yang kurang paham dengan 'bahaya' yang mengancam, tapi saya selalu punya keyakinan, Tuhan nggak akan membiarkan hal buruk menang atas hal baik ;). Waspada boleh, paranoid jangan! hehe...
Isi televisi sebenarnya hanya industri. Baik-buruknya semua tergantung pemirsa. Seperti halnya pasar, kami (tv) adalah etalase segala macam barang, anda berhak memilih yang terbaik menurut anda, yang jelek silakan ditinggalkan...jangan mudah terbujuk rayuan pedagang! ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar